Cerpen "Keberhasilan Pasti Ada"
Oleh : Olivia Lorenza Putri (SMP Bina Didaktika)
Dikutip dari Majalah Inspirasi Pendidikan Edisi-002 Maret 2021
Hai.... namaku LIVIA. Aku anak pertama dari dua bersaudara. Aku tinggal bersama ibuku dan adik laki-lakiku. Di sebuah desa yang sangat sederhana. Ayahku bekerja di luar kota dan hanya pulang satu bulan sekali. Untungnya ada ibuku yang selalu menemaniku.
Bagiku Ibu adalah sosok yang berharga di dalam kehidupanku. Dia adalah orang sangat hebat di mataku. Dia yang selalu memberiku semangat. Dia seseorang yang sangat sabar dalam menghadapi sifatku, sosok yang periang, dia hebat dalam segala hal. Ibuku adalah sosok utama yang selalu mendukung mimpiku. Tetapi di balik sifatnya yang periang, setiap malam ia selalu menangis di dalam doanya. Aku tahu begitu banyak beban yang ia sembunyikan dariku.
Walaupun begitu, ibu selalu memberikan Senyuman hangat kepada anak-anaknya, seolah olah tidak ada masalah yang ia sembunyikan. Suatu hari ibu menceritakan semua beban yang ia sembunyikan dariku selama ini. Aku ingat ucapan yang keluar dari mulut ibu pertama kali adalah “Maafkan ibu nak...”, sontak aku menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.
Ibu menceritakan bahwa keluarga ini tidak bisa utuh lagi, iya... keluarga kami hancur karena ada orang ketiga yang mengusik keluarga kami. Mendengar hal itu aku tidak bisa menahan air mataku yang dari tadi aku tahan agar tidak menangis, saat itu ibuku langsung memelukku, aku merasakan kesedihan ibu yang selama ini ia pendam. Dan lagi-lagi ibu mengatakan maaf untuk kesekian kalinya, walaupun aku tahu itu bukan salah ibu.
Akhirnya keluarga kami benar-benar berpisah. Acara persidangan perceraian membuatku sangat hancur saat itu. Karena perceraian orang tua kami aku dan adikku Ivan terpisah. Adikku tinggal bersama ayahku, sedangkan aku tinggal bersama ibu.
“Di sinilah perjalanan hidupku yang penuh perjuangan dimulai.” Hari demi hari berlalu, setelah kejadian itu aku menjadi anak yang pendiam, tetapi di dalam diam, aku menyusun rancangan-rancangan tujuan dan mimpiku untuk selanjutnya. Aku mempunyai mimpi dan tujuan yang ingin ku wujudkan.
Walaupun hidupku sudah berantakan. Tapi aku bertekad dan yakin untuk bisa mewujudkan mimpiku. Aku juga ingin membahagiakan ibuku. Aku pun bertekad untuk mengubah kehidupan yang sulit sekarang menjadi lebih baik lagi.
Waktu menunjukkan pukul 03.00 pagi, seperti biasa aku dan ibuku bangun untuk salat tahajud. “Ibu bangun dulu kita sholat tahajud” ibupun bangun dan kita mengambil air wudhu. Setelah sholat tahajud aku memutuskan untuk belajar terlebih dahulu sambil menunggu adzan subuh.
Dan tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 05.30. Dan aku segera menuju kamar mandi untuk mandi dan bersiap-siap untuk berangkat sekolah, lalu aku turun ke bawah untuk sarapan bersama ibuku. Saat sarapan pasti ibu selalu berpesan agar semangat sekolahnya, setelah sarapan tak lupa aku berpamitan kepada ibuku.
“Ibu, Livia berangkat ke sekolah dulu ya...” pamitku sambil mencium tangan ibuku. “Iya nak, semangat ya sekolahnya” Ibu membalas dengan senyum hangatnya. “Assalamualaikum” pamitku. “Waallaikumsalam” Aku berangkat menuju sekolah menggunakan sepeda karena jarak antara rumah dengan sekolah cukup dekat.
Karena tekadku untuk meraih mimpi aku berangkat sekolah dengan selalu bersemangat. Aku memulai tekadku dengan belajar secara sungguh-sungguh. Aku sering mengisi waktu luangku dengan belajar dan mengerjakan soal-soal latihan. Setelah pulang sekolah aku membantu ibuku berjualan dan aku ditugaskan untuk menjaga warung.
Beginilah hari-hariku. Aku pernah berjualan keliling bersama ibuku mengelilingi kompleks untuk menjual rujak karena saat itu kondisi ekonomi kami sedang tidak baik. Aku berusaha untuk tidak membebani ibu dengan meraih nilai yang tinggi, dengan sebisaku.
Aku juga mencari uang dengan berjualan Online untuk membantu ibuku dalam hal ekonomi dan untuk melanjutkan sekolahku nantinya. Aku juga sering mengikuti lomba-lomba, walaupun aku sering gagal tapi aku yakin dengan kerja keras aku bisa nantinya.
Aku selalu coba dan terus mencoba hal baru yang ada di dalam kehidupanku. Aku mengimbangi semua kerja kerasku dengan doa, setiap malam aku selalu bangun untuk shalat tahajud bersama ibuku.
Suatu hari aku mendapatkan undangan untuk mengikuti olimpiade matematika, karena senang dengan pelajaran matematika akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti olimpiade tersebut.
Sebelum olimpiade aku selalu mengasah kemampuanku dalam bidang ini. Suatu hari aku mendapatkan pengumuman bahwa aku mendapatkan juara dalam olimpiade tersebut dan aku mendapatkan beasiswa dengan nilai yang baik. Dengan beasiswa tersebut aku dapat masuk ke universitas favorit.
Dan cita-citaku untuk masuk perguruan tinggi akhirnya terlaksana. Saat kuliah banyak rintangan yang aku alami mulai pekerjaan skripsi dan lain lain, tapi aku yakin aku bisa melewati ini semua.
(3 tahun berlalu)
Mungkin ini semua karena kegigihan dan tekadku selama ini. Sedikit lagi mimpi yang selama ini aku perjuangkan akan tercapai ini semua karena kerja keras yang telah kulakukan, dan tidak lupa berdoa meminta pertolongan kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Dan alhamdulilahnya saya diterima untuk bekerja di perusahaan yang cukup bagus untuk saya. Walaupun saat ini mimpiku telah tercapai, Aku diajarkan ibuku untuk tidak sombong karena aku tahu semua ini hanya titipan dari Allah. Aku sangat bersyukur dengan apa yang aku dapatkan sekarang.
Mimpiku akhirnya terwujud dan aku dapat membuktikan kepada ayah dan orang orang yang mencaciku kalau aku bisa hidup dengan seorang ibu. Dan aku dapat membahagiakan kedua orang tuaku.
---------------------------------
Puisi "ADIWIYATA"
Oleh : Ai Mulyani (Kepala SMPN 2 Kemang)
Dikutip dari Majalah Inspirasi Pendidikan Edisi-002 Maret 2021
Pesonamu miliki daya tarik tersendiri
Gemamu selalu menginspirasi
Kiprahmu menggelitik dedikasi
Misimu kian sulit terbendung lagi
Tuk mewujudkan hasrat BERSEMI
Tatkala gemamu dikumandangkan
Semangatmu dikobarkan
Titahmu dilaksanakan
Tuk dijadikan pegangan
Dengan hasrat mewujudkan
Lingkunganku yakinlah BERSIH
Peraduanku pasti kan RAPIH
Semangat ragaku tentulah SEHAT
Istanaku tampaklah NYAMAN
Senyaman suasananya nan INDAH
Alam ini menunggumu
Bumi ini merindukanmu
Semesta mengharapkanmu
Jagat raya menantimu
Tuk berkiprah dlm pengabdianmu
Adiwiyata...
Sentuhanmu menyelamatkan alam
Kiprahmu melestarikan semesta
Karya nyatamu membanggakan jagat raya
Tuk menciptakan syurga bersama
---------------------------------
Puisi "SEKOLAHKU"
Oleh : Dian Rahmawati (SMP Tunas Harapan)
Dikutip dari Majalah Inspirasi Pendidikan Edisi-002 Maret 2021
Waktu begitu cepat berganti diiringi sang mentari pagi...
Pagi hari yang menjadi saksi...
Dimana diriku penuh semangat menggandeng kawan seperjuangan...
Menyatu dalam genggaman menerangi masa depan...
Pantang menyerah atas alasan lelah...
Ingin terus menyelami air berilmu sampai sumber itu kering sekalipun...Sekolah ini menjadi cerita tersendiri, menghiasi dinding hati...Tak kan terlupakan walaupun tertutup debu...
Kisahnya sesejuk embun pagi yang bening di atas dedaunan...
Memberi kesejukan pada insan yang haus akan pengetahuan...
Kenangan itu hanya tinggal cerita...
Kenangan di sekolahku tercinta...
Terima kasih telah menjadi rumah tempatku menimba pengetahuan...
Sebagai persinggahan untuk hari tua...Terimakasih telah melindungi anak negeri dari kebodohan...
Terima kasih sekolahku,
Engkau tempat terbaik untuk menuntut ilmu...
Kini kami tinggalkan untuk meneruskan perjuangan...
Gerbang kesuksesan telah menjemput kami di sana...
Terima kasih telah menuntun langkah kami...
Aku akan kembali membawa sang mentari untukmu negeriku...
---------------------------------
Memoar "MASIH ADAKAH SECERCAH HARAPAN"
Oleh : Ihat Solihat, M.Pd.
Dikutip dari Majalah Inspirasi Pendidikan Edisi Perdana November 2020
Suara takbir terdengar dari mesjid dan mushola karena seluruh umat muslim akan merayakan hari raya idul adha. Setiap tahun di sekolah kami selalu merayakan idul adha untuk sholat berjamaah yang dihadiri guru-guru dan siswa kelas 9 saja.
Setelah sholat berjamaah, penyembelihan kurban dilaksanakan dengantujuan memberikan pembelajaran bagaimana cara berkurban dan menanamkan sikap gotong royong, rasa peduli dan tanggungjawab.
Panitia kurban yang sebagian besar adalah anggota OSIS dengan koordinator wakil kepala sekolah bidang kesiswaan sedang menyiapkan semua keperluan penyembelihan kurban. Semua bekerja sesuai dengan pembagian tugas masing-masing.
Ada yang memotong-motong daging, memasukan daging ke dalam plasik, menimbang daging, dan ada juga yang membakar sate dan membuat daging kambing asam manis. Terik mentari menyengat tubuh, waktu makan siang sudah terlewat menunjukan jam 13.30 wib.
Kartini melihat ke ruang dapur nampak makanan yang menggiurkan sudah siap dihidangkan. Bau aroma sate yang khas menggoda, sehingga Kartini mengambil 5 tusuk sate kambing dan sesendok asam manis campuran usus, hati, paru yang memikat.
Kartini sangat menikmati makan siang bersama teman guru lain dengan lahapnya. Makanan yang nikmat dan menggugah selera membuat Kartini mengambil tambahan nasi dan daging kambing. Setelah makan bersama, Kartini pulang ke rumah.
Setelah sholat isya Kartini pun langsung tidur, sepanjang tidurnya Ia tidak merasa nyenyak karena badannya terasa panas dan tubuhnya menggigil. Kartini terbangun dan membangunkan suaminya. “Pah, bangun...bangun Pah!” Kartini berkata dengan suara lemah.
“Ada apa sih Mah, malam-malam begini membangunkan saya” jawab Tono sambil matanya terpejam. “Ada paracetamol gak di kotak obat, tolong ambilkan?” tanya Kartini suaranya lirih. Tono pun langsung terbangun dan memegang dahi Kartini yang panas. Akhirnya Tono pun pergi mengambil obat paracetamol ke ruang tamu.
Tak berapa lama Tono pun sudah tiba di kamar dengan memberikan obat dan segelas air minum. “Ini obatnya langsung diminum” kata Tono dengan perasaan khawatir. “Terima kasih ya Pah” jawab Kartini dan langsung meminum obat. Tak lama Kartini pun tertidur kembali.
Setelah bebeapa menit minum obat, rasa panas pun agak berkurang dan Kartini mulai tertidur lagi. Namun jam 02.00 wib dini hari Kartini terbangun kembali karena seluruh badannya terasa dingin dan menggigil. Selimut tebal dan sarung tidak menghangatkan tubuhnya.
Dingin yang semakin merasuk ke tulang tidak tertahankan seluruh badannya gemetaran. Akhirnya Kartini membangunkan suaminya kembali. Waktu sudah menjelang subuh Kartini tidak bisa tidur kembali setelah berganti pakaian yang basah kuyup.
Kartini duduk bersandar di pojokan tempat tidur. Ia merasa ada sesuatu yang aneh pada leher sebelah kanan, secara perlahan tangannya mengusap lehernya dan terasa ada sebuah benjolan besar sebesar telur ayam.
Rasa penasaran yang bergejolak dalam hati, dia turun dari tempat tidur dan perlahan melangkahkan kakinya ke depan cermin lemari, yang letaknya berada di pojok kamar. Kartini merasa kaget dan cemas, tampak di cermin ada benjolan besar sebesar telur ayam di leher sebelah kanan.
Seketika itu Kartini memanggil suaminya yang tidur di kursi ruang tamu. “Pah..Pah sini,” panggil Kartini sambil memegang benjolan di lehernya. Tono yang sedang duduk di ruang tamu berlari melihat benjolan yang timbul dari leher.
Tono menenangkan Kartini yang sedang cemas dengan mengajak ke dokter Puskesmas terdekat nanti siang. Siang harinya Kartini dan Tono berangkat ke Puskesmas, dan langsung mendapatkan hasil diagnosis dari dokter yang tertulis “Tumor”.
Dokter menyarankan untuk dirujuk ke rumah sakit yang berada di kota Bogor. Kartini dan Tono merasa lemas dan sedih melihat hasil itu, namun mereka berdua tetap semangat untuk berusaha dan berikhtiar mendatangi rumah sakit rujukan yang disarankan dokter.
Setelah selama 1 bulan berobat, Kartini merasa tidak menunjukan hasil apa-apa. Benjolan di leher sebelah kanannya semakin membesar dan semakin sering merasakan meriang bahkan sampai menggigil.
Terkadang Kartini merasakan ada yang menggeremet bergerak dari benjolan itu. Keluarga Tono sedang dirundung kesedihan yang mendalam, menunggu secercah harapan untuk berobat kemana lagi. Pengobatan ke alternatif pun sudah dilakukannya namun hasinya belum terlihat.
Suatu malam Tono tidak bisa tidur karena banyak pikiran, akhirnya Iapun menelepon keluarga di Yogyakarta dan mengatakan seluruh beban pikirannya. Dari hasil pembicarannya adik Tono menyarankan agar berobat ke rumah sakit dharmais.
Keesokan harinya Tono mengajak Kartini berangkat ke rumah sakit kanker di Jakarta. Masih terlihat sepi keadaan di sana karena datangnya terlalu pagi. Setelah menunggu beberapa jam akhirnya Tono menuju ke bagian pendaftaran kelas eksekutif, karena kalau menggunakan BPJS harus menunggu dokter sekitar 2 mingguan.
Tono tidak mau menunggu lama, dan tidak ingin melihat istrinya sepanjang hari menderita, sehingga Ia memutuskan dan memilih kelas yang segera menanganinya. Setelah sejam menunggu di ruang tunggu, nama Kartini pun dipanggil.
Dihadapannya dokter yang ramah menanyakan kronologis tumbuhnya kanker dan menanyakan keluarga ada yang kena kanker atau tidak. Kartini menjelaskan kronologisnya dan Ia menceritakan kalau Ibunya sendiri meninggal karena kanker di pita suara.
Kemudian dokter menyuruh Kartini dibantu dengan seorang perawat untuk menjalani CT scan dan cek jantung. Hasilnya pun hari itu langsung dapat diambil. Dari hasil CT scan ada bejolan seperti anggur dan ditengahnya berbentuk bulat besar berwarna abu-abu, dikelilingi anaknya kecil-kecil 5 buah.
Di sebelah kiri ada 1 buah bulatan kecil. Setelah mengetahui hasil dari dokter, Kartini besoknya disuruh datang kembali untuk menjalani biopsi dengan cara dioperasi untuk mengambil sampel. Setelah menjalani biopsi dan beberapa hari menunggu Kartini menerima hasilnya bahwa Kartini dinyatakan menderita menyakit kanker limphoma stadium 3B.
Kartini merasa sedih mendengar penyakit yang diderita karena hampir sama dengan Ibunya sendiri. Namun Kartini tetap tegar karena mempunyai sosok suami yang selalu memberi semangat hidup dan kekuatan yang luar biasa.
Tono yang selalu mengantar berobat kemana saja, bahkan hampir setiap hari mengurus Kartini selama sakit. Tono dan kartini yakin dengan berdo’a, ikhtiar dan sabar pasti Allah SWT akan memberi secercah harapan dan memberi petunjuk untuk menuju kesembuhan.
Kembali Kartini dan Tono mendatangi rumah sakit kanker di Jakarta untuk melanjutkan pengobatan selanjutnya. Dokter menyarankan harus menjalani kemoterapi sebanyak 12 kali, karena tidak ada obat lain selain kemoterapi.
Mendengar kemoterapi Kartini terlihat mukanya sangat pucat karena teringat Ibunya meninggal saat menjalani kemoterapi kedua. Namun dokter dan Tono terus membujuk Kartini agar mau kemoterapi.
Akhirnya Kartini pun mau menjalani kemoterapi walaupun dengan perasaan khawatir, cemas semuanya hilang karena Kartini yakin ada pertolongan Allah SWT untuk jalan menuju kesembuhannya.
Kartini menjalani kemoterapi pertama sampai keempat, perubahan dari tubuh yang terlihat semakin berkurang berat badannya, matanya cekung hitam, kuku kaki dan tangan hitam semua, ditambah dengan rambut panjang rontok sampai botak, akibat panasnya obat kemoterapi.
Tono melihat perubahan yang ada pada istrinya, Ia tetap sayang dengan mengumpulkan rambut-rambut yang rontok diambil dari bantal dan menguburkannya di halaman belakang rumah. Saat menguburkan rambut Tono selalu berbicara dengan meneteskan air mata.“Ya Allah yang aku kuburkan hanya rambutnya saja, jangan jasad istriku, angkatlah penyakit kanker istriku dan sembuhkanlah dia seperti sediakala, Aamiin”. Tak terasa waktu terus berjalan setiap 2 minggu sekali pulang pergi Bogor – Jakarta selama 1 tahun lebih akhirnya sampai pada kemoterapi kedua belas berjalan lancar.
Setelah kemoterapi terakhir dokter menyarankan untuk kembali CT- Scan dan alhamdulillah hasilnya baik tidak tampak bejolan apapun di leher sebelah kanan dan kiri, bersih 0 %. Secercah harapan yang mereka tunggu telah tiba, atas ijin Allah SWT Kartini kembali sembuh.
Kebahagiaan dirasakan oleh keluarga Tono dan Kartini setelah mendengar hasil yang dibacakan oleh dokter, tak terasa mereka berpelukan di hadapan dokter dengan menangis bahagia. Dokter pun memberi selamat pada Kartini yang sudah berjuang melawan kanker.
Setiap manusia akan diberi ujian dan cobaan oleh Allah SWT, ujian tersebut ada yang ringan, sedang dan berat. Dalam menghadapi ujian kita harus berserah diri, saling menyemangati terutama keluarga dan banyak beristigfhar dalam menjalalaninya.
Ada tiga kunci menuju kesembuhan melawan penyakit yakni kesabaran, ketawakalan dan berikhtiar. Sekarang Kartini sudah 6 tahun melewati penyakitnya dan tetap selalu menjaga kesehatan.
Kartini kembali beraktifitas rutin di sekolah juga menjalani kegiatan lainnya sebagai Ketua MGMP bahasa Inggris wilayah utara. Ia pun selalu rajin mengikuti pelatihan-pelatihan baik secara tatap muka maupun daring. Di tahun 2020 Kartini pun mendapat juara 1 guru berprestasi Kabupaten Bogor.
---------------------------------
Puisi "LAILATUL QADAR & AKU RINDU PADAMU OHH MUHAMMAD "
Oleh : Dini Hardiyanti Wulandari, S.Pd. & Dra. Taty Rahayuningsih, M.Pd.
Dikutip dari Majalah Inspirasi Pendidikan Edisi Perdana November 2020
Lailatul Qadar
Syair ini kutulis dalam serpihan rindu, yang terbungkus dalam doa.
Tuhan, aku rindu pada malam-Mu.
Malam seribu bintang yang hanyut menyiram dadaku.
Malam ini, serpihan rindu berusaha ku rajut dengan sujud panjang berbasuh air mata.
Tuhan, aku mencari-Mu dalam gelap malam terbias cahaya bulan.
Akankah malam seribu bintang menjadi milikku?
Malam Lailatul Qadar yg kurindui hingga merembes di setiap pori kulitku??
Akankah bersama denyut nadiku?
Dalam diam aku bersujud, melucuti semua dosa, nanar dalam pengampunan.
Nafas begitu ringan ketika angin menyatukan raga dalam cinta.
Dan aku terbang bersama doaku ke langit biru.
Tersenyum rebah..... pada sukma
Aku Rindu Padamu Ohh Muhammad
Aku rindu padamu ohh Muhammad,
Aku rindu padamu ohh Muhammad,
setelah berpuluh-puluh tahun Kau tinggalkan aku
Tapi cinta ku tak bertepi, dan aku selalu mencumbumu pada sajadah panjang ku
Aku rindu padamu oh Muhammad
Pada getar suaramu yang meluluhkan jiwa ragaku
Pada senyummu yang mampu merangkul perbedaan
Pada sorot tajam matamu yang menyejukkan pertikaian.
Aku rindu padamu ohh Muhammad
Sebagai Khalifahku penuntun hidup
Untuk pemimpinku yang lupa janji pada rakyat
Untuk negeriku agar tidak sekarat
Untuk saudaraku yang gila pangkat
Aku rindu padamu ohh Muhammad
Pada Padang pasir yang terhampar luas tempat kami bertafakur penuntun hidup
Pada Safa Marwah.... juga hajar Aswat menghujat dosa.
Aku ingin mengadu padamu ohhh Muhammad
Pada ketulusan cintaku, yang mungkin tak berbalas
Pada kasihku yang kutitipkan pada senandung ayat
Pada kesetiaan keabadian
Aku luluhkan raga di bawa kuncup hijau dekat altar, tempatmu berkhotbah
Aku rindu padamu ohh Muhammad
Sampai lelap tidur panjangku berpeluk mesra di sajadah panjang ku.
Sungguh aku rindu ohh Muhammad
---------------------------------
Cerita Pendek "ATIYAH"
Oleh : Indah
Dikutip dari Majalah Inspirasi Pendidikan Edisi Perdana November 2020
Atiyah, itulah panggilan yang diserukan Madam Lulu kepada Bi Atoy, Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Cianjur yang mencari peruntungan nasib di Timur Tengah sana. Bi Atoy memutuskan menjadi TKW sudah melalui pemikiran yang sangat matang. Kehidupan ekonominya yang terseok-seok karena suaminya yang hanya buruh serabutan, membuatnya nekad mencari nafkah ke negeri orang.
Apalagi selama ini Bi Atoy punya obsesi yang dipendamnya sejak muda dulu, ingin mengangkat derajat kehidupan orangtuanya. Sejak kecil, Atoy muda ingin memberangkatkan orangtuanya ke tanah suci. Perkawinannya dengan Kang Hendi yang diharapkan bisa mewujudkan cita-citanya, ternyata hanya sekadar angan. Kondisi perekonomiannya tak pernah berubah.
“Saya juga ingin seperti Ceu Kokom dan Ceu Esih atuh Kang. Coba akang lihat, mereka kini sudah punya rumah permanen, punya sawah. Malah Neng Atun mah sudah bisa menghajikan emak bapaknya,” ucap Bi Atoy saat mengutarakan niatnya kepada Kang Hendi, suaminya.
Hendi hanya bisa menarik nafas panjang. Terbayang jika istrinya pergi, Hasanah, putri semata wayang mereka akan kehilangan kasih sayang seorang ibu. “Kamu tidak kasihan ke si eneng?” tanya Hendi. Si eneng adalah panggilan sayang mereka terhadap Hasanah. Namun tekad Bi Atoy sudah sangat kuat. Rasa sayang terhadap Hasanah, putri semata wayangnya yang masih berusia dua tahun, putri yang sedang lucu-lucunya dan sangat dicintainya, masih kalah oleh obsesinya untuk mengejar rupiah ke negeri orang.
Menurut Atoy, Arab Saudi adalah solusi satu-satunya untuk mengatasi penderitaannya selama ini. Hendi pun akhirnya tak bisa berbuat banyak. Dia sadar betul, sebagai suami, dirinya belum bisa memberikan yang terbaik buat keluarganya. Pekerjaannya sebagai buruh tani tak bisa diandalkan untuk menopang ekonomi keluarganya. Apalagi jika musim kemarau, tak ada penghasilan sama sekali karena tak ada lahan yang bisa digarap.
Kampung Bantasari Desa Pasir Kuda, Kabupaten Cianjur adalah tempat tinggal Bi Atoy bersama keluarganya. Di desa ini sebagian besar wanita, baik yang sudah berkeluarga maupun yang belum, memutuskan untuk menjadi TKW di Timur Tengah. Hal ini karena masyarakat di daerah ini mayoritas merupakan keluarga prasejahtera. Anak-anak yang ditingggalkan ibunya digelari dengan nama “DENI”(Gede ku nini) yang artinya besar oleh nenek.
---
Babah Ibrahim, majikan Bi Atoy harus mengeluarkan biaya awal ke perusahaan agen tenaga kerja sebesar 7.000 real atau sekitar Rp 24 juta untuk mendapatkan tenaga Bi Atoy. Sementara Bi Atoy sendiri mendapatkan gaji sebesar 600 real atau sekitar Rp 2 juta per bulan. Babah Ibrahim memiliki 4 istri dan 20 anak. Dari istri pertama, dia memiliki 10 anak, istri kedua memiliki 5 anak,
dari istri ketiga hanya memiliki 1 anak, dan dari istri keempat memiliki 4 anak.
Setiap istri, diberi rumah yang sangat besar dan mewah yang jaraknya tak berjauhan satu sama lain. Bi Atoy ditempatkan di rumah Madam Lulu, istri kedua Babah Ibrahim. Berbeda dengan istri-istri Babah Ibrahim yang lain, Madam Lulu terlihat lebih tertutup. Seminggu bekerja di rumah ini, belum sedikitpun Bi Atoy melihat majikannya tersenyum. Hal ini membuat Bi Atoy
merasa serba salah.
Tak hanya itu, Madam Lulu melarang Bi Atoy berhubungan dengan asisten rumah tangga dari istri Babah Ibrahim yang lain. Bi Atoy baru bisa berhubungan dengan rekan senegaranya bila diminta untuk mengantar barang ke rumah istri babah Ibrahim yang lain, itupun dilakukan secara sebunyi-sembunyi. Madam Lulu pun jarang memberikan fee atau bonus. Bahkan jika Bi Atoy diminta untuk membantu dalam sebuah acara keluarga dari istri Babah Ibrahim yang lain, Madam Lulu melarang istri Babah Ibrahim itu untuk memberikan tip atau bonus. Akhirnya, tip diberikan secara sembunyi-sembunyi.
Untungnya, anak-anak Madam Lulu tak mewarisi sikap ibu mereka. Mereka justru mewarisii sikap Babah Ibrahim yang ramah, sabar, serta bijak. Hal inilah yang membuat Bi Atoy bisa bertahan bekerja di Keluarga Madam Lulu. Kebiasaan keluarga Babah Ibrahim adalah berkumpul seluruh keluarga besarnya di sebuah cottage atau hotel setiap akhir pekan.
Seluruh anak dan istri Babah Ibrahim berkumpul bersenda gurau untuk mempererat tali silaturahmi satu sama lain. Termasuk Bi Atoy dan asisten rumah tangga dari istri-istri Babah Ibrahim lainnya, dilibatkan dalam acara itu. Suatu hari di akhir pekan, seluruh keluarga siap-siap untuk berangkat ke sebuah hotel, begitu pula dengan Madam Lulu beserta anak-anaknya.
“Madam, akhir pekan ini ana banyak tugas sekolah. Ana minta izin tak ikut acara,” Ucap Rozana mengutarakan niatnya. Madam Lulu hanya menghela nafas, lalu meneruskan kesibukannya menyiapkan segala keperluan untuk acara di hotel. Berbagai kado kecil telah disiapkannya untuk dibagikan kepada anak-anak dari istri Babah Ibrahim yang lain.
Saat semua sudah bersiap pergi, Rozana tiba-tiba berubah pikiran. Di rumah sendirian di rumah yang sangat besar ini membuatnya tiba-tiba merinding. Apalagi ketika terbayangkan dia harus tidur sendirian, sementara saudara-saudara yang lainnya asik bersenda gurau. Dia pun langsung berlari dari dapur ke depan. “Madam tunggu, aku ikut,” teriaknya.
Tanpa disadarinya, kompor yang sedang memanaskan minyak di wajan dibiarkannya begitu saja. ”Bukannya kamu sedang masak di dapur? Apakah kompor sudah kamu matikan?” Madam Lulu bertanya kepada putrinya dengan logat Arabnya yang sangat kental. Putrinya menjerit histeris dan Madam Lulu berlari ke dapur untuk melihat apa yang terjadi.
Ternyata.... Asap sudah mengepul memenuhi seluruh ruangan dapur yang cukup besar. Ditentengnya wajan oleh Madam Lulu. Dengan amarah yang teramat sangat, minyak panas di wajan siap disemburkan ke arah Bi Atoy yang saat itu dengan reflek ikut ke dapur. “Madaaaaaamm...... jangan madam, kasihan Atiyah. Bukan dia yang salah,” teriak putra sulung Madam Lulu. “Byaaar”, seolah disambar petir, Madam Lulu tersadar dari amarahnya.
Perlahan, amarah yang sudah berada di puncak ubun-ubun kemudian mereda. Akhirnya minyak panas di wajan yang akan disemburkan ke arah Bi Atoy itu disimpan di meja, tak jauh dari tempat Madam Lulu Berdiri. Bi Atoy berdiri dengan hati berdebar kencang. Dia bersyukur kepada Allah SWT terhindar dari musibah yang akan menimpanya.
Tiada henti-hentinya dia berucap syukur. “Yaa Allah begitu besar karunia yang Engkau limpahkan sehingga hamba terhindar dari musibah ini. Alhamdulillah yaa Allah. Begini rasanya menjadi asisten rumah tangga, di kala majikan emosi, kemarahan ditimpakan kepada hamba. Ya Allah terima kasih telah melindungi hamba dari mara bahaya. Terima kasih yaa Allah...
Alhamdullillahi rrobil ‘alamiin.’’ gumamnya dalam hati.
Di hotel, bayangan minyak panas yang nyaris melayang ke wajahnya masih terus terbayang. Bayangan itu bercampur aduk dengan ketakutannya terhadap Madam Lulu yang sikapnya dingin selama ini. Kisah tentang TKW yang disiksa majikan,TKW yang pulang tinggal nama berkecamuk di benaknya.
“Kenapa kau ini Atiyah. Orang lain bergembira, makan makanan enak,kau malah diam saja. Ayo makan. Abah sediakan semua makanan ini untuk dinikmati oleh semua,” ucap Babah Ibrahim yang melihat perubahan sikap Bi Atoy. “Tidak ada apa-apa Abah,” jawab Bi Atoy singkat. Dia kemudian berusaha menyembunyikan perasaannya dengan menyibukan diri di dapur.
Sejak kejadian itu, sikap Bi Atoy berubah drastis. Dia menjadi lebih pendiam dan sering termenung sendiri. Walau Bi Atoy tetap melaksanakan tugasnya dengan baik dan tak kehilangan kegesitannya, namun tak ada senyum lagi di wajah Bi Atoy. Jika pekerjaannya tuntas dan ada waktu baginya untuk istirahat, Bi Atoy lebih memilih untuk menyendiri.
Rasa takut masih menyelimuti dirinya. Walau sejak insiden minyak goreng itu sang majikan mulai memperlihatkan perubahan sikapnya, menjadi lebih ramah dan lebih perhatian, namun kisah tentang TKW yang disiksa oleh majikan yang sering diceritakan di koran dan tivi masih terus membebani pikirannya.
Hari berganti hari, bulan pun berganti sampai akhirnya tak terasa, dua tahun sudah Bi Atoy mengabdi di Keluarga Babah Ibrahim. Itu artinya, kontraknya telah selesai dan Bi Atoy bisa pulang ke tanah air. Alhamdulillah Bi Atoy kembali ke tanah air bertemu dengan Hasanah, putri semata wayangnya yang kini sudah berumur empat tahun, sangat lucu dan cantik dengan baju cinderela kesayangannya berwarna pink dan pita di rambutnya yang sengaja dikirim untuk dipakai ketika Bi Atoy pulang.
Sayang, Hasanah tidak mengenal siapa ibunya. Dia tak mengenal siapa Bi Atoy. Bahkan ketika didekati, dipeluk dan dicium, Hasanah dia saja. Setelah itu, dia langsung kembali ke pelukan neneknya. Betapa sakit hati Bi Atoy mendapati kenyataan itu. Putri semata wayangnya, ternyata
tidak mengenalinya. Uang puluhan juta yang didapatnya dengan cara bersusah payah, dengan segala penderitaannya, menjadi tak berarti sama sekali.
“Eneng, ini mamah neng. Ini mamah yang dulu menyusui eneng,” ucap Bi Atoy dengan mata
berkaca-kaca. Namun Hasanah bergeming. Boneka barbie oleh-oleh Bi Atoy dari tanah Arab masih tetap dipegangnya, tapi Hasanah masih terus menggelayut di pelukan sang nenek. Seolah dia ingin minta perlindungan dari orang asing yang berada di depannya, yang sebenarnya ibu kandungnya sendiri.
“Eneng, jangan hukum mamah dengan cara seperti ini,” lirih Bi Atoy pasrah. ***
Komentar
Posting Komentar